Langsung ke konten utama

Mengembalikan Peran Guru Sebagai Pendidik

Salah satu tugas guru adalah menghadirkan pembelajaran yang efektif sesuai dengan kondisi dan situasi siswa. Penyajian pembelajaran, disamping mencerdaskan otak, ia juga harus merangsang sisi kreativitas siswa. Pembelajaran yang menjadi tugas utama guru pada setiap jenjang satuan pendidikan harus merujuk pada Undang-undang guru sebagai pendidik profesional, dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi. Guru sebagai pendidik profesional merupakan amanah Undang-undang yang harus dijalankan dengan baik dan optimal. Dalam kaitan ini, guru dituntut benar-benar fokus pada pemenuhan tugas utamanya, sehingga siswa dapat mencapai hasil maksimal dalam ruang pembelajaran yang menyenangkan.


Guru harus mampu menyusun alur pembelajaran dengan tepat, sistematis dan menggugah siswa untuk memiliki kemauan belajar yang tinggi. Secara normatif, guru harus berupaya menyerap aturan pembelajaran dengan merujuk pada kebijakan pemerintah. Dalam turunan pelaksanaannya, guru harus bisa melakukan pengembangan, dengan mempertimbangkan sumber potensi siswa sesuai target yang ingin dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan. Metode pembelajaran sebagai pendekatan strategis untuk mencapai hasil yang baik, dilakukan secara kolaboratif di antara sesama guru di bawah kepemimpinan kepala sekolah, demi mencapai target pembelajaran yang maksimal.


Guru Sebagai Pengajar, Sekaligus Pendidik


Pertanyaannya, apakah guru bersedia menjadi duta pembelajar yang dapat mengambil kembali perannya sebagai pendidik sejati dan profesional. Dalam hal ini, guru harus meneguhkan diri sebagai pengajar, pendidik, pelatih, penilai dan evaluator. Sehingga pembelajaran yang disajikan dapat menjadi bagian dari standar proses pendidikan yang dapat mengungkap sisi keberbakatan dan kreativitas siswa. Mengajar dan mendidik adalah dua hal yang berbeda. Keduanya serupa, tetapi tidak sama. Pembelajaran (learning) merupakan suatu sistem proses belajar siswa, dengan serangkaian metode yang dirancang dan disusun untuk mendukung proses belajar. Sedangkan mendidik atau pendidikan (education) adalah upaya pengembangan potensi diri, untuk menghadirkan kesadaran belajar dan proses perubahan sikap, secara berkesinambungan.


Mengajar identik dengan pemenuhan kebutuhan belajar siswa yang mengasah kecerdasan otak secara kognitif. Mendidik lebih dekat pemaknaannya pada penumbuhan kesadaran diri sebagai pembelajar, melalui proses bimbingan, pelatihan, pembiasaan dan pendidikan. Di sini, ruang ‘mendidik’ harus diperluas jangkauannya dan juga ditentukan aspek indikatornya secara spesifik. Seringkali yang menjadi fokus guru dan segenap civitas sekolah, siswa banyak disiapkan hanya untuk memiliki kecakapan akademik yang bagus. Sebaliknya, tidak banyak guru yang dengan berani melakukan lompatan pembelajaran secara out of the box. Misalnya, ada target secara spesifik, dimana siswa disiapkan untuk menemukan bakat dan passion-nya, sehingga keragaman potensi dan bakat siswa dapat terakomodasi secara lebih luas.


Hal yang sangat penting adalah, bagaimana guru beradaptasi cepat untuk menumbuhkan kesadaran baru, agar pembelajaran yang dirancang dapat menyatu dengan kondisi keragaman latar belakang dan potensi siswa. Dalam kaitan ini, mindset guru diupayakan lebih pada pengamatan, pendalaman, bimbingan, pengkondisian dan perhatian terhadap setiap bakat dan kemampuan masing-masing siswa. Sosio-kultural yang menjadi latar belakang mereka, harus menjadi salah satu rujukan penting dalam melakukan pemetaan potensi akademik dan sisi keberbakatan dan kreativitas. Semua komponen dihimpun dan disatukan untuk menyusun kerangka pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan belajar mereka.


Menghadirkan Kesadaran Belajar


Mengemas dan menyajikan pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa tidak saja penting, melainkan menjadi kunci keberhasilan untuk mencapai target pembelajaran. Mereka belajar bukan dalam ruang kosong yang jauh dari background sosial-kultural mereka. Termasuk mereka dapat belajar sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Kalau hal semacam itu dapat dijadikan sebagai acuan untuk menyusun perangkat pembelajaran, maka kemungkinan besar siswa dapat menikmati proses belajar secara maksimal dan tanpa beban sedikitpun. Dengan demikian, siswa akan mudah menghadirkan kesadaran belajar tanpa tekanan apapun.


Inilah yang sering disebut oleh Mandikdasmen Republik Indonesia, Prof. Dr. Abd. Mukti, M.Ed  dengan ‘learning for living’ yaitu, siswa menjalani proses belajar dengan penuh kesadaran dan menemukannya sebagai sebuah kebutuhan hidup. Gagasan ‘deep learning’ Mandikdasmen sebagai pendekatan baru dalam pembelajaran adalah berakar pada ikhtiar untuk mendorong guru menghadirkan kualitas siswa yang cerdas dan berkualitas. Guru dalam hal ini, menyusun strategi untuk melakukan pendalaman materi ajar yang penuh makna (meaningful), bukan pembelajaran yang kehilangan makna (loss of meaning) yang cenderung pragmatis.


Karena itu, janji Mandikdasmen untuk mengurangi beban administrasi guru patut diapresiasi, agar guru lebih banyak berinteraksi dan melakukan pembelajaran dengan pola pengayaan dan pendalaman, sehingga tugas guru sebagai pendidik akan banyak dirasakan oleh siswa. Dengan demikian, guru harus lebih banyak diberi ruang pelatihan untuk melakukan pengembangan diri, beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan menghadirkan pembelajaran yang membangkitkan kesadaran baru untuk masa depan pendidikan yang maju. Inovasi dan kreativitas guru diapresiasi dan dijadikan standar keberhasilan dalam mengantar siswa yang cerdas, disiplin, dan visioner.


Muhammad Zaini, Bertinggal di Jl. Ghazali, Rt 001 Rw 004, Jungcangcang, Pamekasan.

Tulisan ini dimuat di Majalah Cetak Suara Muhammadiyah.

Komentar

  1. Betul, saatnya kembali kejati diri seorang guru.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Optimalisasi dan Peningkatan Kinerja Guru PAI Kecamatan Proppo

  Rutinitas kegiatan guru, saat ini memang tidak sekedar mengajar. Berbagai hal, berkaitan dengan pemenuhan aspek administrasi juga harus dituntaskan. Semua itu, adalah bagian dari profesionalisme guru yang harus dipenuhi. Apalagi–saat ini–kebutuhan administrasi tidak hanya dapat dituntaskan secara manual, tetapi menuntut kompetensi digital secara lebih memadai. Hal ini pula, yang mendasari guru harus cakap beradaptasi, terutama dalam bidang peningkatan “literasi digital”. Bapak H. Nurul Ulum, M.Pd. Plt. Kepala Seksi PAIS Kabupaten Pamekasan, dalam acara “Pembinaan Peningkatan Kinerja Guru PAI Jenjang Sekolah Dasar, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan” , pada Selasa, 18 Februari 2025 mengatakan, bahwa guru tidak cukup hanya cerdas atau pintar otaknya. Namun, harus juga diimbangi dengan kepiawaian komunikasi, kemampuan membangun relasi, dan cakap administrasi. Guru cerdas otaknya saja bisa jadi gagal, jika tidak mampu membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Kebutuhan da...

Merancang Pengelolaan Pendidikan yang Inklusif-Integratif

Pendidikan selalu menuntut inovasi dan kreasi. Perkembangannya selalu dinamis seiring pertumbuhan era digital yang terus melaju pesat. Pada 21 Januari 2025 Kemendikdasmen Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed. meluncurkan produk terbarunya bernama Rumah Pendidikan. Sebuah platform baru yang dirancang untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif-integratif. Rumah pendidikan ini menjadi sangat menarik dan layak diapresiasi.   Di samping menghadirkan banyak inspirasi bagi semua pihak, platform baru tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan berbasis pengelolaan digital bagi kepala sekolah, pengawas, peserta didik, bahkan disediakan fitur untuk orang tua. Pelayanan ini tentu hendak menyajikan efisiensi, efektivitas dan adaptabilitas yang tinggi, tanpa mengurangi aspek esensi. Pelayanan berbasis digital versi Kemendikdasmen ini, memang sangat ditunggu kehadirannya yaitu, pelayanan yang efisien yang mempermudah proses kinerja semua pihak yang terlibat dalam upaya memajukan pendidika...